Hasil penelitian Balitbang Pertanian terhadap sejumlah contoh spesies ulat bulu yang diperoleh dari berbagai lokasi menunjukkan adanya faktor penyebab yang sama, yakni perubahan ekosistem. Hal ini diperkuat oleh kajian peneliti dan akademisi bidang entomologi (serangga) dari lembaga terkait, seperti LIPI dan IPB. Para pakar serangga se-Indonesia yang dikumpulkan Balitbang Pertanian juga memberikan kesimpulan yang sama.
Perubahan ekosistem yang dimaksud, telah menyebabkan hilangnya faktor keseimbangan alami untuk sementara waktu. “Sebagai suatu sistem, alam juga memiliki komponen-komponen yang menciptakan keseimbangan. Saat salah satu komponen mengalami gangguan, keseimbangan itu akan terganggu. Begitu juga dengan yang terjadi dengan famili Limantriidae (ulat bulu) saat ini,”
Fenomena meningkatnya populasi ulat bulu, faktor hayatinya disebabkan berkurangnya pemangsa alaminya, seperti burung, kelelawar, dan semut rangrang, dan musuh alaminya, misalnya parasitoid.
Berkurangnya pemangsa alami dan peningkatan ulat bulu juga dipengaruhi unsur nonhayati. Perubahan iklim global menjadi faktor utama. Akibat adanya perubahan iklim, terjadi perubahan suhu dan kelembaban udara. “Semua makhluk hidup punya kemampuan adaptasi terhadap perubahan alam yang terjadi.”
“Perubahan suhu dan kelembaban udara bisa saja mengakibatkan pemangsa alami ulat bulu berkurang, sebaliknya ulat bulunya meningkat. Tapi, ini tidak akan berlangsung lama karena alam punya mekanisme penyeimbang,”
pemangsa alami dan faktor penyeimbang hayati lainnya akan kembali berfungsi normal dan dinamika populasi ulat bulu akan kembali normal sebagaimana sebelumnya.
Habitat ulat bulu sudah ada pada lingkungan tertentu karena serangga ini adalah bagian dari ekosistem yang memiliki manfaat bagi lingkungannya. Yang lazim terjadi adalah peningkatan populasi, bukan serangan ulat bulu. Sebab, jenis ini tidak memiliki kemampuan menyebar secara luas, sebagaimana wereng.
Ulat bulu juga tidak menyerang tanaman pangan. Yang menjadi inang alaminya adalah jenis tanaman tahunan seperti mangga. Lebih lagi, ulat bulu tidak menyebabkan inangnya mati atau terhenti berproduksi. “Karena ulat bulu tidak menyerang titik tumbuh inangnya, seperti wereng. Ia adalah jenis pemakan sejumlah jenis dedaunan,”
gangguan terhadap pohon-pohon mangga di Probolinggo, misalnya, tidak menghentikan produktivitas tanaman tersebut.Meski demikia,spesies ulat bulu di Probolinggo memiliki kelebihan dalam siklus perkembangannya..
Sumber : Satria Surya's Blog
wah..ini blog khusus ilmu biologi ya. .
BalasHapussangat bermanfaat
salam kenal
salam kenal juga.
BalasHapusSenang jika ini bermanfaat. ^_^
makasi atas kunjungan baliknya.
ditunggu kunjungan selanjutnya.